Pola pembangunan yang cenderung sentralistik pada periode awal pembangunan di Indonesia meninggalkan banyak catatan merah. Orientasi terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan pemerataan ekonomi secara tidak langsung menimbulkan ketimpangan pembangunan dan kualitas sumber daya manusia antar daerah, terutama di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Daerah 3T merupakan daerah/kabupaten dengan masyarakat dan wilayah yang relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Enam kriteria pokok yang menjadi ciri wilayah 3T yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal, aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019 menyatakan bahwa ada sebanyak 122 Kabupaten di Indonesia yang termasuk daerah 3T dengan dominasi 26 kabupaten berada di Bumi Cenderawasih, Papua.
Kolaborasi antar Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Pembangunan (fisik dan sumber daya manusia) pada dasarnya merupakan tanggung jawab utama pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun tidak dapat dipungkiri pula bahwa peran perusahaan swasta turut memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional maupun daerah, terutama dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyerapan tenaga kerja yang berdampak signifikan pada perekonomian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Resposibilily (CSR). Salah satunya adalah KORINDO, perusahaan swasta yang memiliki bisnis perkebunan kelapa sawit dan kayu di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digul, Papua sejak tahun 1993. Dua kabupaten ini termasuk ke daerah 3T yang notabene wilayah perbatasan di Ujung Timur Indonesia. Selain menjalankan bisnisnya, Korindo juga turut berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan masyarakat, ekonomi lokal, infrastruktur, dan aktif dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup di wilayah perbatasan.
Selain pemerintah dan swasta, masyarakat juga merupakan stakeholder penting dalam proses pembangunan. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat tidak lagi dapat dilihat sebagai sasaran atau objek pembangunan. Lebih jauh, masyarakat harus turut berpartisipasi dan terlibat aktif dalam setiap proses pembangunan. Hal ini dilakukan Korindo dengan melibatkan masyarakat lokal pada program-program CSR, seperti melibatkan putra-putri daerah dalam program pelatihan kerja (pra-kerja) bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja milik Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke untuk mempersiapkan tenaga terampil yang siap kerja. Korindo juga mendukung perkembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Koperasi yang ada di wilayah perbatasan untuk turut serta memajukan perekonomian lokal melalui berbagai pelatihan usaha dan dukungan sarana produksi usaha. Kerjasama antar semua stakeholder yang terlibat menjadi penting untuk menjamin pembangunan tepat sasaran dan sesuai dengan karakteristik daerah, terutama di daerah 3T.
Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus memperhatikan aspek-aspek keadilan sosial bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan inilah yang kemudian dikenal sebagai pembangunan berkelanjutan. Secara khusus di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digul. Dua kabupaten di Timur Indonesia ini memiliki kearifan lokal yang unik, bentang alam yang didominasi hutan dan sungai dengan pemandangan tropis yang menarik, dan masyarakat adat yang menjunjung tinggi warisan serta nilai-nilai budaya leluhur. Kondisi tersebut mensyaratkan pembangunan di wilayah ini tidak dapat hanya berfokus pada pembangunan-pembangunan fisik yang mengabaikan daya dukung lingkungan dan melanggar hak-hak masyarakat adat.
Korindo menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan ini sebagai sebuah strategi pembangunan jangka panjang. Oleh karena itu sejak awal berinvestasi di Merauke dan Boven Digul, perusahaan yang telah menyerap 10.000 lebih tenaga kerja dan memberikan lebih dari 30% kontribusi pada pajak daerah itu terus berupaya untuk mendedikasikan diri dalam hal konservasi, hak asasi manusia, dan pengembangan ekonomi secara berkesinambungan untuk bangun perbatasan jadi terasnya Indonesia. Hal ini ditempuh melalui tata kelola dan kebijakan perusahaan yang pro-lingkungan dengan (1) Hanya menggunakan lahan yang telah dikhususkan oleh pemerintah Indonesia untuk dikembangkan dalam hal produksi kayu, plywood, ataupun minyak kelapa sawit, (2) Melanjutkan kebijakan nol-pembakaran (zero burning) dan tidak menggunakan cara-cara pembakaran untuk membuka lahan di seluruh areal operasional perusahaan. (3) Mengoperasikan divisi kayu dan plywood dengan mengikuti panduan yang dikeluarkan oleh Forest Stewardship Council secara konsisten. (4) Mengoperasikan divisi kelapa sawit secara konsisten berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), (5) Menawarkan hanya minyak kelapa sawit bersertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang didukung oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia, (6) Berkomitmen untuk tidak mengembangkan kelapa sawit di lahan gambut, (7) Melakukan dialog secara terus-menerus dengan perusahaan yang berada di sepanjang rantai pemasok minyak kelapa sawit, masyarakat lokal, dan lembaga swadaya masyarakat (dilansir dari www,korindo.co.id).
Program-program CSR (atau dikenal sebagai CSC/Corporate Social Contributions di Korindo) juga diarahkan untuk mendukung keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Aspek Kesehatan dan Pendidikan menjadi modal utama untuk membentuk generasi yang sehat, unggul dan mampu berdaya saing. Menyadari pentingnya kedua hal tersebut, Korindo secara sosial berinvestasi dengan mendirikan Klinik di wilayah Asiki, Kabupaten Boven Digul. Klinik modern dengan fasilitas lengkap yang disediakan secara gratis untuk pelayanan kesehatan masyarakat demi Perubahan untuk Indonesia yang lebih baik. Korindo juga berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di perbatasan melalui program beasiswa untuk ribuan putra-putri daerah, membangun asrama pelajar dan mahasiswa di Merauke untuk memudahkan akses pendidikan, pembangunan dan renovasi bangunan sekolah, menyediakan bus sekolah sebagai sarana transportasi pelajar dan Pelatihan Kerja masyarakat.
Korindo turut mendukung perekonomian lokal melalui pembinaan kelompok-kelompok yang berkecimpung dalam ekonomi produktif, baik Koperasi maupun UKM di perbatasan. Korindo menyadari bahwa masyarakat juga memiliki hak dan kesempatan untuk berusaha secara mandiri dan mampu menggerakkan roda perekonomian melalui usaha-usaha pertanian, peternakan, perikanan, pembuatan batu bata dan lain-lain. Dengan berdayanya masyarakat secara ekonomi, maka akan berbanding lurus dengan tercapainya kemandirian masyarakat sehingga masyarakat juga dapat mengambil bagian penting dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Terakhir, dibidang infrastruktur. selain membangun infrastruktur untuk operasional perusahaan, Korindo juga turut membangun pemukiman, menyediakan listrik, sarana air bersih, fasilitas ibadah masyarakat, fasilitas pendidikan, jembatan dan pasar rakyat di wilayah perbatasan.
Kesimpulan
Kolaborasi dan sinergi antar pemangku kepentingan dalam proses pembangunan (baik pembangunan fisik maupun pembangunan manusia) diperlukan sebagai sebuah strategi agar tujuan pembangunan tepat sasaran dan sesuai dengan karakteristik daerah, terutama daerah 3T yang selama ini belum banyak dilibatkan dalam pembangunan. Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat memegang peran penting untuk saling melengkapi dan bekerjasama untuk mewujudkan model pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, namun juga keadilan sosial bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan untuk masa depan.
Aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat menjadi prioritas dalam upaya pembangunan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Disisi lain, perekonomian masyarakat lokal harus berkembang dan mampu menjadi lokomotif perekonomian daerah selain ditopang oleh korporasi atau industri yang menyerap banyak lapangan kerja namun tetap memiliki komitmen terhadap undang-undang dan lingkungan hidup serta memberikan penghargaan terhadap masyarakat setempat. Pembangunan infrastruktur juga menjadi modal penting, terutama dalam membantu menggerakkan roda perekonomian dan aksesibilitas masyarakat di perbatasan.
Aspek-aspek tersebut harus selalu diperhatikan sebagai strategi pembangunan berkelanjutan di wilayah 3T agar sedikit demi sedikit mampu menghapus catatan merah dari kekeliruan pola pembangunan sebelumnya.